…..ahlan wa sahlan…..
19.17 | Posted in
Ahli Sunah Waljamaah disebut ahli Sunny di tanah Arab sekarang,camkanlah perilaku Ahli Sunnah Waljamaah ini dan cobalah perhatikan sifat-sifat golongan Ahli Sunah Tersebut yang tertulisdalam kitab Thariqotul Muhammadiyyah Yakni:

1.uka Melaksanakan Sembahyang Lima Waktu dengan berjamaRata Kiri Kananah.
2.Tidak pernah menceritakan kekurangan dan kejelekan sahabat
3.Tidak memberontak kepada pemerintahan yang disahkan Umat Islam
4.Tidak ragu-ragu da;lam keimanannya
5.Beriman kepada qodo dan Qodar
6.Tidak memperdebatkan masalah Agama untuk membenarkan satu pendapat saja
7.Tidak mengkufurkan Ahli kiblat
8.Tidak meninggalkan menyembahyangkan ahli kiblat.
9.Berpandangan bahwa menyapu kedua khuf boleh dilakukan
10.Suka melaksanakan Shalat dengan berma'mum kepada orang yang jujur maupun tidak.

Golongan Ahli Sunah Waljamaah (bahasa Arab: أهل السنة والجماعة, Ahl al-Sunnaṯ wal-Jamā'aṯ) merupakan golongan terbesar di dalam Islam. Golongan ini juga dikenali sebagai Sunnis atau Sunnites oleh masyarakat Barat. Golongan Ahli Sunah Waljamaah terdiri daripada 70%-85% orang Islam di seluruh dunia.
Istilah Ahli Sunah Waljamaah bererti 'orang yang mengikuti sunah Nabi dan jemaah orang Islam'. Kadang kala istilah ini diringkaskan kepada Ahli Sunah (أهل السنة ). Golongan ini adalah mengakui kekhalifahan Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali yang dipilih melalui syura dan dibaiat sebagai khalifah, Amir al-Mukminin (أمير المؤمنين) pemimpin orang yang beriman.

HAKIKAT SALAFỈ SEJATI



Sebuah Pengantar

Banyak orang mengaku-ngaku sebagai “Salafî” atau “Ahlus Sunnah”. Namun, sayangnya pengakuan mereka ini hanyalah sekedar pengakuan belaka tanpa diiringi dengan bukti dan hujjah atas klaim mereka. Apalagi sebagian mereka masih jâhil terhadap hakikat dan sifat salafî sejati, namun dengan bangganya sebagian mereka ini mengaku sebagai satu-satunya salafî dan selainnya adalah mubtadi’ (ahli bid’ah).

Sungguh fenomena ini adalah fenomena yang banyak dan tampak di depan mata. Sebagian kaum yang mengaku-ngaku salafî itu, bersikap keras dan bengis terhadap saudara mereka se-Islâm. Mereka tidak mau menjawab salam apalagi memberi salam. Wajah mereka dingin dan tidak mudah senyum. Apabila berbicara, yang senantiasa keluar dari lisan mereka adalah, “Fulan dan Fulan seperti ini”, “Fulan dan Fulan melakukan ini” dan senantiasa berkisar terhadap Fulan dan Fulan… tanpa mengingkari perlunya membicarakan tentang perseorangan yang memang diperlukan saat itu.

Berikut ini adalah penjelasan Fadhîlatusy Syaikh Zaid bin Mu­ĥammad bin Hâdi al-Madkholî, yang saya sarikan dari buku beliau yang sangat bermanfaat, “Quthūf min Nu’ūtis Salaf wa Mumayyizât Manhajuhum fî Abwâbil ‘Ilmi wal ‘Amal” [Dârul Manhaj, cet. I, 1424]. Buku ini walaupun tipis namun sarat akan faidah dan manfaat. Di dalamnya beliau menjelaskan hakikat salafî dan manhaj mereka yang khas di dalam ilmu dan amal. Di dalam buku ini, beliau terangkan hakikat manhaj salaf yang sebenarnya, yang semoga orang yang antipati dengan manhaj salaf menjadi simpati, dan orang yang mengaku-ngaku sebagai salafî namun amal dan ilmunya tidak mencerminkannya mau berkaca.

Akhirnya, semoga apa yang saya tulis ini dapat bermanfaat, baik untuk diri saya pribadi maupun untuk ummat Islâm.





Hakikat Salaf dan Sifat Mereka

As-Salaf : mereka adalah para sahabat Rasŭlullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam yang hidup pada masa beliau, yang menimba agama yang lurus ini dari beliau secara langsung dari sumbernya yang segar, baik dalam keilmuan dan amal, maupun dalam akhlak dan perangai. Merekalah yang pantas untuk disandarkan laqob (julukan) yang agung dan sifat yang mulia ini, termasuk pula setiap orang yang meniti di dalam meneladani mereka –Semoga Allôh meridhai mereka dan menerangi makam mereka- walaupun mereka berada di zaman ini ataupun sebelumnya ataupun setelahnya sampai hari kiamat kelak.

Di atas pemahaman yang benar inilah, kalimat ahli ilmu bersatu dan mereka menegaskan bahwa siapa saja yang memusuhi mereka dengan cara menyelisihi mereka, baik dengan nama, bentuk maupun perbuatan, maka sesungguhnya orang tersebut tidaklah termasuk as-Salaf, walaupun mereka hidup di tengah-tengah mereka dan sezaman dengan hari-hari kehidupan mereka (baca : para sahabat).

Benar! Sesungguhnya setiap penuntut ilmu yang munshif (obyektif), akan menyaksikan bahwa as-Salaf ash-Shôlih dan para pengikut mereka yang mewarisi ilmu dari mereka dan meniti jalan mereka, sesungguhnya mereka adalah manusia yang paling berlimpah ilmunya, paling tulus/bersih jiwanya, paling agung nasehatnya dan paling terang jalan dan manhajnya di segala hal baik ‘ilmu dan ‘amal, karena mereka adalah para imam pemberi fatwa tentang segala urusan umat di setiap zaman dan tempat.

Mereka adalah orang yang menjaga hak yang berkaitan dengan kehormatan, darah dan harta benda.

Mereka adalah pemilik karya tulis yang lurus, yang dengannya maktabah-maktabah (perpustakaan) dan tempat peredaran ilmu bersinar berkilauan yang dapat menyembuhkan penyakit dan menghilangkan dahaga.

Mereka adalah para pendidik syar’îyyah dan pengajar ilmu yang bermanfaat lagi kokoh yang mensucikan jiwa dan menghidupkan hati.

Mereka adalah para penegak jihad yang membawa kalimat jihad kepada makna sesuai dengan batasan syariat yang mulia.

Mereka adalah ahlun nuhâ (orang-orang berakal) dan pemilik hikmah dan ihsân di dalam manhaj da’wah ilallôh, jihad fi sabîlillâh dan al-Amru bil Ma’rŭf wan Nahyu ‘anil Munkar, dengan kepemimpinan, dhawâbit (kriteria), batasan dan tingkatannya. Karena itulah, mereka tidaklah sama dengan selain mereka, dari jama’ah-jamaha’ah dan partai-partai yang mengelola dakwahnya baik secara sirrîyah (sembunyi-sembunyi) maupun ‘alanîyah (terang-terangan), yang menyelisihi salaf pada hampir keseluruhan dari qowâ’id (kaidah-kaidah) manhaj dakwah mereka, baik dalam wasilah dan tujuannya.

Sesungguhnya as-Salaf dan para pengikut mereka di setiap zaman dan tempat, di setiap masa, lokasi dan periode, mereka adalah pemilik manhaj yang haq, yang sempurna dan menyeluruh, baik dalam perbuatan maupun ilmu. Sesungguhnya dakwah mereka dimulai dari pokok agama yang haq dan kaidahnya yang kokoh, yang mencakup seluruh permasalahan ilmu baik perkara yang besar maupun kecil. Tidaklah heran bahwa keadaan mereka memang seperti ini, karena mereka adalah sumber keilmuan, sebab mereka adalah para ulama Robbânîyun, para Mujâhid yang sabar dan para du’at bijaksana yang lurus.

Maka wajib bagi kita meniti âtsar mereka baik di dalam amal maupun ilmu, berjalan di atas manhaj mereka di dalam dakwah ilallâh dan jihâd fî sabîlillâh, di dalam amar ma’rūf dan nahi munkar, di dalam hukum al-Walâ` wal Barô`, dan di dalam mu’âmalah (interaksi) syar’îyah yang baik terhadap Allôh Azza wa Jalla dan terhadap semua makhluq. Kita wajib berpegang kepada semua ini dengan tali Allôh yang kokoh, yang tampak di dalam ittiba’ (peneladan) terhadap Kitab-Nya yang terang dan sunnahnya penghulu para Nabî dan Rasūl yang sha­ĥîĥ Shallâllâhu ‘alaihi wa ‘alâ Ậlihi wa Shoĥbihi Ajma’în.

Sungguh benar apa yang dikatakan oleh seorang penyair

كل خير في اتباع من سلف وكل شر في ابتداع من خلف

“Setiap kebaikan itu di dalam peneladan yang dilakukan oleh kaum salaf

Dan setiap keburukan itu di dalam pengada-adaan bid’ah yang dilakukan kaum kholaf.”

Inilah wahai para pembaca budiman, sebagian kekhususan para ulama salaf dan ciri khas manhaj mereka secara ringkas :

1. I’timâd (berpegangnya) mereka dengan nushush (nash-nash) al-Kitâb dan as-Sunnah dengan pemahaman yang shaĥîĥ, dan interaksi mereka terhadap nash-nash ini yang tercermin dalam kehidupan mereka, baik dalam amal dan ilmu, baik dalam perkataan dan perbuatan, secara zhahir dan bathin, sesuai batasan firman Allôh Azza wa Jalla :

وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا

“Apa saja yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah.” (QS al-Hasyr : 7)

2. Niat yang lurus dan tujuan yang baik terhadap semua hal yang mereka lakukan dan yang mereka tinggalkan. Disertai dengan kesabaran, ĥikmah dan al-Mau’izhah al-Ĥasanah (pelajaran/nasehat yang baik) yang dianggap merupakan asas utama di dalam menegakkan dakwah Islâm.

3. Iltizâm (berpegang kuat) secara sempurna terhadap manhaj para Nabi dan Rasūl yang mulia di dalam dakwah mereka yang diridhai, berperangai dengan akhlaq mereka yang suci, yang terpancar dari kaidah-kaidah syar’iyah.

4. Jalan dan manhaj yang jelas di dalam aktivitas dakwah ilallâh dan amar ma’rūf nâhi munkar, tidak bersifat sirriyah (sembunyi-sembunyi) dan tidak pula mendirikan organisasi atau jama’ah-jama’ah rahasia sebagaimana yang dilakukan oleh kaum hizbîyūn harokîyūn di setiap negeri kaum muslimin. Namun as-Salaf, mereka menampakkan dakwah mereka secara terang-terangan di dalam dakwah ilallâh dan ta’lim (mengajarkan) hamba-hamba Allôh, mereka curahkan nasehat bagi ummat menurut keadaan dan kedudukannya, serta beramar ma’rūf nâhi munkar dalam batasan kemampuan syar’iyah dan menetapi adab-adab Islamiyah.

5. Mencintai sikap berlapang-lapang (at-Tawassu’) di dalam ilmu syar’iyah dan wasa`il (sarana-sarananya), dikarenakan Allôh dan Rasūl-Nya mencintai hal ini. Tidak sedikit ayat dan ĥadîts yang memuji dan menyanjung sifat ini. Oleh karena itu, tidak perlu kita menghiraukan tuduhan yang mengatakan bahwa salafîyun adalah penghafal matan dan catatan kaki [sebagaimana tuduhan DR. ’Abdullâh ’Azzâm –semoga Allô merahmati beliau dan mengampuni dosa kami dan beliau- di dalam Majalah al-Jihâd, no. 53 dalam artikel berjudul ”Jâ`al Haq wa Zahaqol Bâthil”, th. 1989]. Karena Allôh sendiri yang memuji sebagaimana dalam firman-Nya :

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Mujâdilah : 11)

Dan Firman-Nya :

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

”Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS Fâthir : 28)

Juga di dalam sabda Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam :

مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَإِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ

”Barangsiapa yang Allôh mengehendaki kebaikan pada seseorang, niscaya ia fahamkan ia di dalam agama, dan sesungguhnya ilmu itu adalah dengan belajar.” [Muttafaq ’alayhi].

Dan sabda beliau :

إِنَّمَا العُلَمَاء ورَثَةُ الأَنْبِيَاءِ

”Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para Nabî.” [HR Abū Dâwud, Tirmidzî dan Ibnu Ĥibbân].

6. At-Tawâdhu’ (rendah hati) di dalam belajar dan menyebarkan ilmu, beradab yang baik terhadap makhluk, terutama terhadap para ulama karena mereka pemilik ilmu yang keutamaannya tinggi dan kedudukannya mulia, maka wajib bagi setiap muslim dan muslimah untuk beradab terhadap makhluk. Allôh Ta’âlâ berfirman :

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS al-Furqân : 63)

Dan sabda Nabî Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam :

وَ مَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلّهِ إَلا رَفَعَهُ اللهُ

“Tidaklah seseorang itu bersikap rendah hati karena Allôh melainkan Allôh akan angkat kedudukannya.” [HR Muslim]

Sungguh indah apa yang dikatakan oleh seorang penyair :

تواضع تكن كالبدر لاح لناظر على صفحات الماء وهو رفيع

ولا تك كالدخان يعلو بنفسه إلى طبقات الجو وهو وضيع

“Tawâdhu’ (rendah hati) itu menjadikanmu laksana bulan bergemerlap bagi orang yang memandangnya di atas permukaan air sedangkan bulan itu tinggi

Janganlah kamu bagai asap yang terbang melayang meninggikan dirinya di lapisan udara padahal asap itu hina/rendah.”

Sebaliknya, perangai yang kaku keras lagi bengis, yang merasa tinggi hati lagi pembual, maka sesungguhnya sifat-sifat ini akan menghinakan seorang penuntut ilmu. Maka bersegera dan bersegeralah menuju kepada akhlaq yang mulia, dan jauhi da jauhilah akhlaq yang buruk lagi tercela! Di dalam sebuah hikmah dikatakan :

العلم حرب للمتعالي كالسيل حرب للمكان العالي

“Ilmu itu memerangi sikap tinggi hati sebagaimana banjir itu memerangi tempat yang tinggi.”

7. Menaruh perhatian di dalam meramaikan halaqoh ilmu terutama di pusat utamanya, yaitu Masjid sebagai tempat termulia dan paling dicintai oleh Allôh, dan di tempat-tempat lainnya seperti lembaga-lembaga pengajaran semisal sekolah-sekolah, atau bahkan di setiap tempat yang memungkinkan untuk menyebarkan ilmu dengan cara yang benar. Menurut salaf ilmu-ilmu yang patut difokuskan adalah :

*

Al-Qur`ânul Karîm dan kaidah-kaidah tajwîd bacaannya, untuk meluruskan lisân dan membenarkan bacaannya.
*

Tafsîr Al-Qur`ân beserta ilmu-ilmunya, yang dipilihkan dari buku-buku tafsîr salafîyah yang lurus, seperti Tafsîr Ibnu Jarîr, Ibnu Katsîr dan selainnya.
*

Ilmu ‘Aqîdah dalam semua babnya, beserta tahqîq (penelitian) terhadap segala hal yang menafikan tauĥîd dan mengoyak kesempurnaan I’tiqâd. Buku-buku ‘aqîdah yang mu’tabar di dalam masalah ‘aqîdah adalah “Kitâbut Tauĥîd” karya Ibnu Khuzaimah, “Kitâbut Tauĥîd” karya Ibnu Mandah, “Kitâbus Sunnah” karya ‘Abdullâh bin A­ĥmad, “Kitâbus Sunnah” karya al-Khollâl, “Ushulul I’tiqâd” karya al-Lâlikâ`î, “al-Ibânah” karya Ibnu Baththoh al-Ukbarî, karya-karya tulis Imâm Ibnu Taimîyah, Ibnu Qoyîm al-Jauzîyah dan buku-buku lainnya di dalam bidang ini, sebagai tambahan pula kitab-kitab tauhid yang termaktub di dalam kitab ash-Shiĥâh dan as-Sunan pada kitab-kitab ĥadîts. Termasuk pula buku-buku ‘aqîdah yang ada di hadapan kita di zaman ini, yaitu tulisan-tulisan dan fatâwâ di dalam masalah ‘aqidah oleh asy-Syaikh al-Imâm al-Mujaddid Muĥammad bin ‘Abdil Wahhâb, termasuk buku-buku karya putera-putera, keturunan dan murid-murid beliau dari kalangan ulama Najd ar-Robbâniyîn serta selain mereka, terutama yang patut disebut adalah penulis buku “Ma’ârijul Qabūl” dan “A’lâmus Sunnah al-Mansyūrah fî I’tiqâd ath-Thô`ifah al-Manshūrah”, seorang Allâmah di zamannya, Ĥâfizh bin Aĥmad bin ‘Alî al-Ĥakamî, asy-Syaikh yang mulia ‘Abdūl ‘Azîz bin Baz al-Atsarî, asy-Syaikh yang mulia Muĥammad Nâshiruddîn al-Albânî, asy-Syaikh yang mulia Muĥammad bin Shâliĥ al-‘Utsaimîn, asy-Syaikh yang terhormat Ĥammūd at-Tuwaijirî, asy-Syaikh yang terhormat Muĥammad Amân ‘Alî al-Jâmî –semoga Allôh merahmati mereka semua-. Juga asy-Syaikh yang terhormat Shâliĥ bin Fauzân bin ‘Abdillâh al-Fauzân, asy-Syaikh yang terhormat ‘Abdūl ‘Azîz al-Muĥammad as-Salmân, asy-Syaikh yang terhormat Rabî’ bin Ĥâdî al-Madkholî, asy-Syaikh yang terhormat Shâliĥ bin Sa’d as-Su­ĥaimî, asy-Syaikh yang terhormat ‘Alî bin Nâshir al-Faqîhî, asy-Syaikh yang terhormat ‘Ubaid al-Jâbirî, asy-Syaikh yang terhormat Mu­ĥammad bin Ĥadî al-Madkholî, asy-Syaikh yang terhormat Mu­ĥammad bin Robî’ al-Madkholî, asy-Syaikh Aĥmad Yahyâ an-Najmî, asy-Syaikh Shâliĥ bin ‘Abdil ‘Azîz Ậlusy Syaikh dan selain mereka dari para ulama as-Salaf di zaman ini, semoga Allôh memperbanyak jumlah mereka dan menjadikan mereka dan ilmu mereka bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya. Mereka semua ini memiliki karya-karya tulis yang bermanfaat dan rekaman-rekaman ceramah yang membahas masalah ‘aqîdah as-Salafîyah.
*

‘Ilmu al-Ĥadîts, yang dipetik darinya dan dari al-Qur`ân, fikih yang terperinci bagi rukun-rukun Islâm, Ỉmân, Iĥsân dan keterangan ĥalâl dan ĥarâm, dan perincian seluruh ĥukum yang Allôh bebankan kepada manusia.
*

‘Ilmu Farô`idh yang mana begitu butuhnya umat ini terhadap ilmu ini yang apabila mereka memahaminya, niscaya akan terpenuhilah hak-hak kepada para pemiliknya.
*

‘Ilmu as-Sîrah an-Nabawîyah dan segala pelajaran yang terkandung di dalamnya. Inilah bidang-bidang ilmu syar’iyah mulai dari yang terpenting hingga yang ke penting, dan kesemuanya ini harus dipelajari menurut tingkatan dan kebutuhannya.

8. Bersikap ar-Rifq (ramah), ĥilm (lembut) dan ‘anât (tenang) kepada makhluk pada batasan syar’i. Kesemua sifat yang baik ini merupakan sifat yang harus dimiliki du’at yang berdakwah ke jalan Allôh. Banyak sekali ayat-ayat yang terang dan tegas dan ĥ­adîts-ĥadîts yang shaĥîĥ yang mendorong untuk bersifat dengan sifat-sifat yang mulia ini. Diantaranya adalah firman Allôh :

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

“Jadilah Engkau Pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS al-A’râf : 199)

Dan firman-Nya :

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah Telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS Fushshilat : 34-35)

Sabda Nabî kepada Asyaj ’Abdul Qays :

إِنَّ فِيْكَ خُصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللهُ, الحِلْمُ وَالأَنَةُ

”Sesungguhnya engkau memiliki dua perangai yang dicintai Allôh, yaitu kelemahlembutan dan ketenangan.” [HR. Muslim]

Dan sabda beliau Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam :

إِنّ اللهَ رَفِيْقُ يُحِبُّ الرِفْقَ فِي الأَمْرِ كُلِّهِ

“Sesungguhnya Allôh itu Maha Lembut, dan mencintai kelemahlembutan pada segala hal.” [HR Muslim].

Sunguh indah apa yang dikatakan oleh seorang penyair :

أحب مكارم الأخلاق جهدي وأكره أن أعيب وأن أعاب

وأصفح عن سباب الناس حلما وشر الناس من يهوي السبابا

و من هاب الرجال تهيبوه ومن حقر الرجال فلن يهاب

“Aku menyukai akhlaq yang mulia maka kutekuni dan kubenci mencela dan dicela orang lain

Aku berpaling dari cercaan manusia dengan kelemahlembutan dan seburuk-buruk manusia itu adalah orang yang gemar mencerca

Barangsiapa yang memuliakan orang lain maka ia akan dimuliakan, dan barangsiapa yang merendahkan orang lain ia takkan dihormati.”

Berangkat dari nash-nash dan hikmah inilah, salafîyun menganggap sifat-sifat yang mulia ini –yaitu ar-Rifq, al-Ĥilm dan al-Anât- sebagai penopang dakwah mereka dan mereka pun berperangai dengannya. Oleh karena itulah Allôh menentukan kesukesan bagi dakwah mereka di setiap zaman dan tempat.

ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

”Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah mempunyai karunia yang besar” (QS al-Ĥadîd : 21)

9. Pemahaman yang benar dan penerapan yang syar’i terhadap hukum al-Walâ` wal Barô` bagi Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah, yang berangkat dari sabda Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam :

أَوْثَق عُرَى الإِيْمَان الحُبٌّ فِي اللهِ والبُغْضُ فِي اللهِ

”Tali iman yang terkuat adalah mencinta karena Allôh dan membenci karena Allôh” [HR A­ĥmad].

Di dalam lafazh lain dikatakan :

أَوْثَق عُرَى الإِيْمَان المُوَلاَة فِي اللهِ وَالمُعَادَة فِي اللهِ الحُبٌّ فِي اللهِ والبُغْضُ فِي اللهِ

”Tali iman yang terkuat adalah berloyal dan berlepas diri karena Allôh serta mencinta dan membenci karena Allôh” [HR as-Suyūthî dalam al-Jâmi’ ash-Shaghîr dan diĥasankan oleh al-Albânî].

Yang semakna dengan kedua ĥ­adîts di atas, adalah ucapan Ibnu ’Abbâs radhiyallâhu ’anhu, seorang sahabat yang bergelar Turjumânul Qur`ân (penterjemah al-Qur`ân) :

”Barangsiapa yang mencinta, membenci dan berwala’ karena Allôh, maka ia akan mendapatkan wilâyah (kecintaan) dari Allôh yang tidak akan diperoleh oleh seorang hamba rasa iman ini walaupun ia banyak melakukan sholat dan puasa, sampai ia melakukan kesemua hal ini.” [Lihat Jâmi’ al-’Ulūm wal Ĥikam karya Ibnu Rojab al-Hanbalî hal. 30].

Sebuah Penutup

Demikianlah kurang lebih apa yang dapat disarikan dari ulasan Fadhîlatusy Syaikh Zaid al-Madkholî hafizhullâhu. Semoga apa yang beliau sampaikan bisa menjadi bahan bercermin bagi kita semua. Semoga Allôh memberikan taufiq-Nya kepada kita semua, agar dapat menjadi seorang salafî sejati…

elektroboy
Category:
��
04.22 | Posted in

Dengan Nama ALLAH Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang…
Kalimat salaf, salafi atau salafiyah dinasabkan kepada para Salaf as-Soleh. Kalimat salaf memberi pengertian berikut:


1. “Yang asal (yang mula-mula) atau golongan yang mula-mula dan yang terdahulu. Antara yang dimaksudkan ialah para salaf yang telah berlalu dankaum salaf yang terdahulu.”
2. Berkata Ibn Mansur: “Salaf ialah siapa yang telah mendahului engkau yang terdiri dari ibu bapak atau kaum kerabat yang lebih tua pada umur dan kedudukan.”
Kalimat salaf disebut juga di dalam al-Quran sebagaimana firman Allah:
“Dan Kami jadikan mereka (orang) yang terdahulu sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang kemudian.” [Az-Zukhruf, 43:56.]
Menurut istilah: Salaf as-Soleh (salafi atau salafiyah) terdiri dari paranabi, para rasul dan para sahabat mereka. Nabi Muhammad sholallahu ‘alayhi wasallam adalah juga seorang Rasul, Nabi dan Salafi sebagaimana pengakuan baginda:
“Bersabda Rasulullah sholallahu ‘alayhi wasallam: Dan tidaklah ada yang sedang aku rasakan pada usiaku kecuali sudah menghampiri (kematian), maka bertakwa dan bersabarlah (wahai Fatimah!) sesungguhnya semulia-mulia salaf adalah aku bagimu.”
As-Salaf as-Soleh ialah generasi awal yang terdiri dari kalangan mereka yang berilmu, mendapat hidayah melalui petunjuk Nabi sholallahu ‘alayhi wasallam, pemelihara sunnah Nabinya, Allah memilih mereka menjadi sahabat Nabi, mereka tercalon untuk menegakkan agamanya, diredhai oleh Allah,berjihad pada jalan Allah dengan sebenar-benar jihad, mengorbankan masa mereka untuk menasihati ummah, memberi manfaat kepadanya dan berusaha untuk mencari keredhaan Allah sehingga Allah memuji mereka di dalam kitabNya.Firman Allah:
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah redha kepada mereka dan merekapun redha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka syurga-syurga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya buat selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” [At-Taubah, 9:100.]
Para ulama yang berpegang dengan manhaj Salaf as-Soleh meyakini bahwa para sahabat, tabiin dan tabiut at-tabiin adalah termasuk dalam golongan salaf as-soleh.
Keterangan ini berdasarkan kepada beberapa buah hadith Nabi Muhammad sholallahu ‘alayhi wasallam sebagaimana di bawah ini:
“Maka setelah Zainab Binti Rasulullah sholallahu ‘alayhi wasallam wafat, Rasulullah sholallahu ‘alayhi wasallam bersabda: Pertemukan dia dengan salaf kita yang baik Uthman bin Madz’oun.”
“Rasulullah sholallahu ‘alayhi wasallam pernah melintasi perkuburan Madinah lantas menghadapkan wajahnya dan bersabda: Wahai ahli kubur! Allah mengampunkan kami dan kamu, kamu adalah salaf kami dan kami adalah bakal menyusul.”
Yang didoakan oleh Nabi Muhammad sholallahu ‘alayhi wasallam agar diampunkan dosanya ialah orang-orang Islam yang telah meninggal karena tidak diharuskan nabi dan orang-orang beriman mendoakan orang-orang kafir supaya diampunkan dosanya sebagaimana firman Allah:
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya) sesudah jelas bagi mereka, bahawasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam.”. [At-Taubah, 9:113.]
Berkata Ibn Hajar al-Qatari:
“Maka apa yang dimaksudkan sebagai mazhab salaf ialah: (Mengikuti) sebagaimana (yang telah diikuti) oleh para sahabat yang mulia yang mana mereka sekalian telah diredhai oleh Allah, begitu juga para tabiin yang mengikuti mereka dengan baik serta semua mereka yang mengikutinya dengan baik sehinggalah ke Hari ad-Din (Hari Kiamat).”
Mahmud Muhammad Khufaji menulis:
“Bukanlah penentuan zaman sudah memadai dalam perkara ini, tetapi di samping penentuan tersebut (bahwa salaf bukan saja generasi yang berada) di zaman (para sahabat) yang telah berlalu zamannya, malah perlulah juga ada kesecucukan (kesepakatan) pandangan mereka dengan al-Kitab dan as-Sunnah, sama ada secara nas atau kerohanian. Siapa yang pandangannya bertentangan dengan al-Kitab dan as-Sunnah maka dia tidak boleh dinamakan salafi sekalipun ia hidup di tengah-tengah para sahabat, tabiin dan tabiut at-tabiin.”
Ini menandakan bawa siapa saja akan dianggap sebagai salafi setelah ia mengikut jalan (berittiba’ dengan manhaj) generasi awal yang mencontohi mereka (para sahabat, tabiin dan tabiut at-tabiin) dalam memperolehi ilmu, cara memahaminya dan sikap serta cara berdakwah.
Sesungguhnya salafiyah dan berittiba’ kepada salaf bukanlah sesuatu yang boleh dianggap sebagai bid’ah daripada bid’ah-bid’ah orang-orang yang terkemudian, sebaliknya salafiyah (atau berittiba’ kepada salaf) adalah manhaj para rasul, para nabi serta para sahabatnya.
Wajibnya setiap mukmin kembali kepada pegangan para Salaf as-Soleh ialah berdasarkan perintah dari Allah dan RasulNya. Menurut keterangan dari al-Quran dan as-Sunnah, para Salaf as-Soleh (terutamanya yang terdiri dari para sahabat) telah dijamin masuk syurga kerana mereka meredhai Allah dan Allah pula telah redha terhadap mereka.
Tabiin dan tabiut at-tabiin pula dijamin sebaik-baik manusia kerana zaman dan generasi mereka adalah zaman kesempurnaan akidah, muamalah dan akhlak. Cara hidup dan segala amalan agama yang mereka laksanakan pada setiap aspek terhindar dari segala bentuk bid’ah, kesyirikan, khurafat, tahayul, campur tangan atau pencemaran akal fikiran manusia.
Di dalam ayat yang lain Allah telah memuji para sahabat, tabiin, tabiut at-tabiin serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dalam urusan agama sebagai sebaik-baik ummah sebagaimana firmanNya:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan menegah dari yang mungkar serta beriman kepada Allah.” [Ali Imran, 3:110.]
Manhaj Salaf as-Soleh adalah manhaj yang paling selamat diikuti kerana para salaf adalah generasi yang terjamin, terbaik dan termulia walaupun mereka tidak maksum terutamanya para salaf yang terdiri dari kalangan para sahabat yang hidup di sisi dan di zaman Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam lantaran mereka telah ditarbiyah (diasuh) oleh wahyu. Mereka mengetahui mengapa, kerana apa, bila dan sebab musabab turunnya wahyu tambahan pula ahyu turun menggunakan bahasa mereka. Oleh sebab itu Nabi Muhammad sholallahu ‘alayhi wasallam menjamin kesempurnaan dan kemuliaan mereka sebagaimana sabda baginda:
“Sebaik-baik generasi ialah generasiku, kemudian orang-orang yang sesudahnya (tabiin) dan kemudian orang-orang yang sesudahnya (tabiut at-tabiin).”
Seseorang individu ataupun jamaah tidak boleh dianggap sebagai salafi kecuali setelah meninggalkan semua bentuk taqlid buta. Setelah itu sewajarnya ia memenuhi semampu mungkin perkara-perkara berikut:
1- Mencintai para salaf yang terdiri dari para sahabat, tabiin, tabiut at-tabiin dan mereka yang mengikuti mereka dengan ihsan (baik)kemudian ittiba’ (mengikuti/mentaati) manhaj mereka.
2- Mempelajari dan memahami manhaj salaf (yang dikenali juga sebagai Ahli Sunnah wal-Jamaah) kemudian mengamalkannya dan berdakwah dengan uslub (metod) Salaf as-Soleh.
3- Senantiasa beriltizam (komited) dengan manhaj salaf dalam semua aspek agama sama ada di segi akhlak, dakwah, suluk, perkataan, perbuatan dan yang lain-lainnya.
Dalam syara para Salaf as-Soleh dikenali juga dengan nama-nama yang berikut:
1- AL-JAMAAH
Nama jamaah diambil dari nas (hadith) Rasulullah sholallahu ‘alayhi wasallam:
“Sesungguhnya Ahli Kitab berpecah dalam agama mereka kepada 72 golongan. Sesungguhnya umat ini akan berpecah belah kepada 73 golongan semuanya ke neraka kecuali satu iaitu Jamaah.”
Mereka yang berpegang dengan manhaj salaf dinamakan al-Jamaah oleh Nabi sholallahu ‘alayhi wasallam kerana mereka bersatu dalam persaudaraan Islam dengan cara berittiba’ kepada al-Quran dan as-Sunnah bukan ibtida’ hawa nafsu. Ahli Salafi menganggap perpecahan sebagai perbuatan bid’ah yang diharamkan yang menyebabkan pelakunya ke neraka. Hadith-hadith Nabi Muhammad sholallahu ‘alayhi wasallam menjelaskan lagi:
“Dari ‘Auf bin Malik: Akan berpecah Yahudi kepada 71 firqah, satu firqah ke syurga dan 70 ke neraka. Akan berpecah Nasrani kepada 72 firqah, 71 firqah ke syurga dan satu ke syurga. Demi diri Muhammad yang berada di tanganNya, pasti akan berpecah ummatku kepada 73 firqah hanya satu ke syurga dan 72 ke neraka. Ditanyakan: Siapa mereka wahai Rasulullah? Baginda bersabda: Al-Jamaah.”
Diriwayat yang lain:
“Bersabda Rasulullah sholallahu ‘alayhi wasallam: Sesungguhnya mereka yang sebelum kamu dari kalangan Ahli al-Kitab berpecah kepada 72 pecahan. Sesungguhnya millah (ummat ini) akan berpecah kepada 73 (yang mana) 72 ke neraka dan satu ke syurga iaitu al-Jamaah.”
Diriwayat yang lain:
“Dari Abdullah bin ‘Amr: Akan berpecah ummatku kepada 73 pecahan semuanya ke neraka kecuali millah yang satu: Iaitu apa yang aku dan para sahabat (sesiapa yang seperti aku dan para sahabatku.” Dan diriwayat yang lain:”(Yang ke syurga) ialah al-Jamaah. Tangan Allah atas al-Jamaah.”
2- AHLI SUNNAH WAl-JAMAAH ATAU JAMAATUL MUSLIMIN
Nama ini terdiri dari dua kalimah:
(1). Ahli Sunnah. Sunnah yang dimaksudkan ialah sunnah Rasulullah sholallahu ‘alayhi wasallam. Dinamakan Ahli Sunnah karena berittiba’ kepada sunnah. Sunnah pula sangat bertentangan dengan bid’ah, oleh karena itu Ahli Sunnah sangat menentang Ahli Bid’ah atau Ahli al-Ahwa.
(2). Al-Jamaah menurut bahasa diambil dari kalimah (jama’a) iaitu mengumpulkan yang bercerai-berai (berpecah belah). Antara maksud jamaah ialah yang bersatu dan lawannya pula ialah yang berpecah. Kalimat ini menunjukkan perkumpulan manusia yang mana mereka bersatu untuk tujuan yang satu (yang sama). Menurut ta’rif (istilah) ilmu pula jamaah ialah beberapa kalimat ahli ilmu yang berkisar di atas enam makna (nama):
1. Golongan yang besar/ramai dari kalangan umat Islam. 2. Jamaah ulama yang mujtahid. 3. Jamaah yang terdiri dari para Sahabat secara khusus. 4. Jamaah umat Islam yang bersatu atas satu matlamat. 5. Jamaah muslimin yang bersatu di bawah satu amir. 6. Jamaah yang mengikuti kebenaran termasuklah semua para ahlinya.
Dimaksudkan juga sebagai jamaah ialah mereka yang terdiri dari kalangan para sahabat dan sesiapa sahaja yang berittiba’ kepada sunnah Nabi sholallahu ‘alayhi wasallam dan athar para sahabat sebagaimana yang dijelaskan di dalam hadith:
“Hendaklah kamu kembali (ittiba’) kepada sunnahku dan sunnah para Khulafa ar-Rasyidin yang mendapat petunjuk.”
Pemakaian gelar Ahli Sunnah wal-Jamaah muncul di akhir zaman sahabat berdasarkan keterangan yang diambil dari athar Ibn Abbas semasa menafsirkan firman Allah:
“Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri dan ada pula muka yang hitam muram.” [Ali Imran, 3:106.]
Menurut Ibn Abbas:
“Adapun yang putih berseri mukanya ialah Ahli Sunnah wal-Jamaah dan Ulul al-Ilm dan yang hitam muram mukanya ialah Ahli Bid’ah dan orang yang sesat”.
3- AHLI AL-HADITH ATAU AHLI ATHAR
Berkata Ibn Qaiyim:
“Setiap individu telah mengetahui bahawa ahli hadith adalah golongan yang paling benar sebagaimana yang dikatakan oleh Ibn Mubarak: Aku dapati agama berada pada ahli hadith, percekcokan (banyak cakap) pada golongan Muktazilah, pembohongan pada ar-Rafidah (Syiah) dan banyak berhelah (beralasan) pada Ahli Ra’yu.”
4- FIRQAH AN-NAJIAH (AL-MANSURAH) ATAU AT-TAIFAH AN-NAJIAH.
Berkata Ibn Taimiyah:
“Apa yang dikatakan Firqah Najiah ialah pengikut para sahabat di zaman Rasulullah sholallahu ‘alayhi wasallam. Ia adalah syiar Ahli Sunnah. Dinamakan Firqah najiah kerana mereka itu terdiri dari Ahli sunnah (ittiba’ as-Sunnah)”.
5- AHLI ITTIBA’.
Dinamakan Ahli Ittiba’ kerana berittiba (mengikuti/mematuhi) al-Quran, as-Sunnah Rasulullah sholallahu ‘alayhi wasallam serta athar para sahabat r.a dan menentang taqlid.
Category:
��
06.09 | Posted in
Ada jejakmu di hati
Sejak engkau melangkah bahagia
Hingga pergi meninggalkan luka
Semuanya tertinggal
Terngiang aku saat-saat Kita berdua masih
Menjejak harapan yang samaTujuan yang satu… cinta abadi
Hingga lalu engkau pergi
Meninggalkan jejak yang dalam di hati
Tanpa pernah berkata, tanpa pernah memberiPadaku, harapan untuk kembali
Takkan kuhapus jejakmu…Biar sakit, biar pedih, atau apapun rasanya
Tetap tersimpan selama-lamanya
Hingga angin dan air mengaburkan semua
wahai wanita yang hilang
wahai wanita yang tidak dapat ku raih
dan wahai impian-ku yang terbawa angin

Mereka tertawa seolah aku tak merasakan apa-apa
Seperti perpisahan hanyalah sebuah fase biasa
Mengolok-olok dan memberi semangat seadanya
Kawan… aku baru saja kehilangan cinta
Semua melarangku menangis, hatiku tak boleh menjerit
Tapi mereka tertawa… bukannya memapah jiwaku yang lemahTak ada lagi singa dan serigala di dalam jiwaku kini
Kumohon tolong, berhentilah menertawakan kepergiannya !
Aku hanya ingin engkau tahu, bukan menertawakanku
apalagi menghujatku… sebab engkau kawanku
Jika tak bisa kau berikan aku perhatianmu
Jika tak bisa kujadikan engkau penguatku
Kumohon berikan aku ruang sunyi untuk mendamaikan diri
tuk mengenangnya pergi…
tuk menantinya datang kembali…
dan tuk membangun semangatku lagi…


Maaf ku telah menyakitimu
Ku telah kecewakanmu
Bahkan ku sia-siakan hidupku
Dan ku bau kaus putih diriku
Walau hati ini trus menangis
Menahan kesakitan ini
Tapi kulakukan semua
Demi cinta
Akhirnya juga harus kurelakan
Kehilangan cinta sejatiku
Segalanya telah kuberikan
Juga semua kekuranganku
Jika memang ini yang terbaik
Untuk diriku dan dirinya
Kan kuterima semua
Demi Cinta
Jujur…
aku tak kuasa
Saat terakhirku genggam tanganmu
Namun…
yang pasti terjadi
Ku tak mungkin kan bersama lagi
Bila nanti esok hari
Kutemukan dirimu bahagia
Ijinkan aku titipkan
Usai cinta kita selamanya...!
Category:
��